Tuesday, February 21, 2017

Pengertian Perpajakan (Makalah Perpajakan)

BAB I
PERPAJAKAN
A.    Pengertian Pajak
Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor pajak.Definisi pajak dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997:5) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengabdiaan peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara”.
Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang – Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Undang – Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada setiap wajib pajak untuk melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor pelayanan pajak. Pajak yang dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam membiayai keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni pembangunan nasional, dimana pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan system perpajakan yang dianut oleh pemerintah yakni sistem self-assessment yang berarti wajib pajak melakukan sendiri kewajiban perpajakannya.Dengan adanya sistem self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan kesadaran dari setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang – Undang perpajakan yang berlaku.
Sesuai dengan Undang – Undang perpajakan yang berlaku pada saat ini menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang telah menetap di Indonesia selama 183 hari secara berturut – turut dan memperolah penghasilan dari kegiatan usahanya wajib untuk melakukan kegiatan perpajakannya sesuai dengan Undang - Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya system self-assessment yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perpajakan, berarti kewajiban perpajakan setiap wajib pajak, dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak ke pemerintah dalam hal ini kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak terdaftar atau berdomisili.
Dalam bukunya, Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang - Undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari dua difinisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa cirri – ciri dari pajak, yaitu:
1.      Pajak dipungut berdasarkan undang – undang atau peraturan pelaksanaanya.
2.      Pemungutan dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3.      Hasil pemungutan dapat di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah maupun untuk pembangunan.

B.     Fungsi Pajak
Sebenarnya, dari definisi pajak di atas sudah tergambarkan fungsi dari pajak yaitu untuk menyediakan barang - barang dan jasa - jasa publik.Namun demikian, dalam literature – literature perpajakan, dikenal dua macam fungsi pajak yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulair).
1.      Fungsi penerimaan adalah fungsi utama pajak. Pajak ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair) ketimbang fungsi mengatur.
2.      Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi mengatur. Dalam fungsi ini, pajak mengarahkan perilaku sekelompok warga negara agar bertindak sesuai yang diinginkan. Contoh, agar masyarakat Indonesia mendapatkan minyak goreng yang murah, maka terhadap ekspor CPO akan dikenakan pajak ekspor yang tinggi. Contoh lain, agar masyarakat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, maka terhadap jenis barang seperti ini dikenakan PPn yang tinggi. Jenis pajak yang biasanya digunakan sebagai instrumen mengatur ini adalah Pajak Ekspor, Bea Masuk dan PPn.
Kalau ditelusuri lebih jauh, ada satu lagi fungsi pajak yang harus kita catat. Fungsi tersebut adalah fungsi distribusi kekayaan di mana kelompok yang lebih mampu akan membayar pajak lebih banyak sementara kelompok yang kurang mampu akan mendapatkan manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pajak yang dia bayar. Bahkan untuk kelompok tertentu, seperti penerima BLT, penerima subsidi BBM, dan penerima subsidi pupuk, mungkin dia tidak membayar pajak tapi dia mendapatkan manfaat langsung dari pajak.Dan memang karena alasan itulah adanya pajak.

C.    Syarat dan Teori – Teori Pungutan Pajak
1.      Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
-. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak.Adil dalam perundang - undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1.      Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2.      Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3.      Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
-          Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang - Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1.      Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2.      Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3.      Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
4.      Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
-          Pemungutan pajak harus efesien
Biaya - biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan.Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut.Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
-          Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
1.       Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
2.       Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
3.       Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
2.      Teori pemungutan pajak
Mengapa rakyat suatu negara dibebani oleh pungutan wajib yang bernama pajak?Apa dasar teori yang membolehkan negara untuk memaksa rakyatnya untuk wajib menyisihkan sebagian uangnya untuk negara? Apakah adil dan memberikan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat suatu negara?Pertanyaan yang sering timbul memunculkan teori - teori dasar hak negara memungut pajak dari rakyat.
1.      Teori Asuransi
Pada teori ini mempersamakan negara dengan perusahaan asuransi di mana rakyat membayar sejumlah premi tertentu untuk mendapatkan sesuatu yang mereka harapkan pada saat - saat tertentu.Teori ini sudah tidak sesuai karena pajak tidak bisa disamakan dengan premi asuransi karena negara tidak menanggung kerugian rakyat secara langsung dan tidak ada hubungan langsung (kontra prestasi).
2.      Teori Kepentingan
Berdasarkan teori kepentingan pemungutan pajak didasari atas kepentingan masing - masing pembayar pajak kepada negaranya.Orang-orang yang memiliki kepentingan lebih harus membayar pajak lebih besar dari yang tidak memiliki kepentingan atau tuntutan dari negaranya.Teori yang sudah tidak diterima ini tidak tepat karena pada kenyataannya tidak demikian karena efek pembayaran pajak tidak dapat langsung dirasakan oleh wajib pajak.
3.      Teori Gaya Pikul
Masyarakat menanggap dibutuhkan suatu layanan perlindungan masyarakat dari negara yang biayanya dipikul bersama - sama dalam bentuk pajak. Pada dasarnya setiap warga negara seharusnya membayar jumlah pajak yang sama, namun pada kenyataannya ditentukan oleh faktor kekayaaan dan kebutuhan materiil seseorang berdasarkan jumlah tanggungan hidup.
4.       Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
Teori ini menganggap bahwa kepentingan negara lebih penting dibandingkan dengan kepentingan warganya sehingga menimbulkan hak mutlak pemungutan pajak oleh negara kepada rakyat negaranya. Rakyat memberi baktinya kepada negara dan negara akan memberi rakyatnya perlindungan, pelayanan, dan sebagainya.
5.       Teori Azas Gaya Beli
Menurut teori asas gaya beli, pajak dipungut dari rakyat akan menimbulkan dampak yang baik kepada kedua belah pihak. Negara menyedot uang rakyat dari pajak dan negara juga menyalurkan kembali uang pajak kepada masyarakat secara tidak langsung.Alasan kesejahteraan rakyat dijadikan dasar pemungutan pajak. (Santoso Brotodiharjo, 1993 ; 29-36)

D.    Kedudukan Hukum Dalam Pajak
Menurut Prof. Dr. Rachmat Seomitro, SH., hokum pajak memiliki hukum – hukum pajak dianataranya:
1.      Hukum perdata, mengataur hubungan antara individu dengan individu lainnya.
2.      Hukum public, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci sebagai berikut:
-          Hukum tata Negara
-          Hukum tata usaha ( hukum administrative )
-          Hukum pajak
-          Hukum pidana
3.      Hukum pajak materil, memuat norma – norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan,peristiwa hukum, yang di kenai pajak ( Objek Pajak ) siapa yang dikenakan pajak ( Subjek ) berapa besar yang dikenakan pajak ( Tarif )
Contoh: undang – undang pajak penghasilan
4.      Hukum pajak formil, memuat bentuk /  tata cara untuk mewujudkana hukum materil menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum pajak materil ) hukum ini memuat antara lain:
-          Tata cara penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan uang
-          Hak – hak fokus untuk mengadakan pengawasan kepada para wajib mengenai keadaan, perbuatan yang menimbulkan utang pajak
-          Kewajiban wajib pajak misalanya menyelenggarakan pembukuan /  pencatatan dan hak – hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan perbandingan.

E.     Macam – MacamPajak
Macam – macam pajak dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1.      Menurut golongan
a.       Pajak langsung, yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat di bebaskan atau di limpahkan kepada orang lain.
b.      Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan kepada orang lain
2.      Menurut sifatnya
a.       Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjek dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak
b.      Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperlihatkan keadaan diri wajib pajak
3.      Menurut lembaga pemungutan
a.       Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan di gunakan untuk membiayai rumah tangga Negara
b.      Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, pajak daerah terdiri atas:
Jenis – Jenis PajakSesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis - jenis Pajak Daerah:
-          Pajak Provinsi terdiri dari:
a.       Pajak Kendaraan Bermotor
b.      Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c.       Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d.      Pajak Air Permukaan dan
e.       Pajak Rokok.
-       Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.       Pajak Hotel
b.      Pajak Restoran
c.       Pajak Hiburan
d.      Pajak Reklame
e.       Pajak Penerangan Jalan
f.       Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g.      Pajak Parkir
h.      Pajak Air Tanah
i.        Pajak Sarang Burung Walet
j.        Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan
k.      Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

F.     Asas Pengenaan Pajak
Di Indonesia, segala hal tentang pengaturan pajak telah terpampang secara jelas di Undang Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2 yang berbunyi “Segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan Undang Undang”. Selain itu, talah ditetapkan pula dasar - dasar yang menjadi landasan negara untuk dapat mengenakan pajak kepada masyarakat. Asas yang paling sering digunakan negara sebagai dasar pengenaan pajak antara lain :
1. Asas Domisili ( Domicile/ Residence Principle )
Asas domisili atau yang disebut juga dengan asas kependudukan. Dalam asas ini berarti pajak akan dikenakan sebuah negara atas penerimaan penghasilan yang diperoleh orang pribadi atau sebuah badan kepada orang yang merupakan penduduk atau berdomisili di negara tersebut meskipun penghasilan yang diperoleh berasal dari negara lain. Negara yang menganut asas ini biasanya akan menggabungkan asas domisili dengan konsep pengenaan pajak baik yang diperoleh di negara domisili maupun yang diperoleh di luar negeri ( world wide income concept ).
2. Asas Sumber
Dalam asas ini negara mengenakan pajak pada orang pribadi atau badan atas penerimaan penghasilan berdasarkan sumbernya, yaitu apabila orang pribadi atau badan tersebut memperoleh sumber penghasilan dari negara bersangkutan. Jadi dalam asas ini sama sekali tidak melakukan diskrimasi mengenai siapa dan dari mana wajib pajak berasal. Contohnya adalah tenaga kerja asing akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia jika penghasilannya berasal dari Indonesia.
3. Asas Kebangsaan/ Nasionalitas/ Kewarganegaraan ( Nationality/ Citizenship )
Persis seperti judul asasnya, maka yang menjadi landasan untuk pengenaan pajak ini adalah status kewarganegaraan seseorang. Sama halnya seperti asas domisili, maka asas ini juga menggabungkan diri dengan konsep pengenaan pajak world wide income concept



BAB II
WAJIB PAJAK
A.    Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurutketentuan perundang – undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pejak atau pemotongan pajak tertentu
Sesuai dengan system Setlf Assesment, maka wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak (KPP) atau kantor penyuluhan dan pengamatan potensi perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak untuk diberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP4 pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e_registrasi, yaitu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Adapun fungsi dari NPWP itu sendiri adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
2.      Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan

B.     Pendaftaran NPWP
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang – undangan perpajakan berdasarkan system self assessment, wajib pajak wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap wajib pajak dalam melakukan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan
Adapun syarat dalam pendaftaran NPWP adalah:
1.      Bagi wajib pajak orang pribadi
·         Foto copy KTP yang berlaku
·         Mengisi formulir yang telah disediakan di KPP
2.      Bagi wajib pajak badan
·         Foto copy akta pendirian perusahaan
·         Foto copy KTP pengurus
·         Surat keterangan usaha dari desa setempat

C.    Pembayaran dan Pelaporan Pajak
Setelah melakukan pembayaran dan mendapatkan NPWP, wajib pajak mempunyai  kewajiban untuk menghitung dan membayar Pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutang dalam bentuk surat pemberitahuan (SPT)

D.    Hak wajib pajak
Wajib pajak selain mempunyai kewajiban, juga mepunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan kepada direktorat jendral pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, wajib pajak berhak memperoleh:
1.      Pengangsuran pembayaran
2.      Pengurangan PPh pasal 25
3.      Pengurangan PBB
4.      Pembebasan pajak
5.      Pajak ditanggung pemerintah
6.      Insentif perpajakan
7.      Mempermudah laporan SPT tahunan
8.      Pengembalian kelebihan retuisi pembayaran pajak

E.     Sangsi
Setiap orang dengan sengaja tidak mendaptarkan diri untuk di berikan NPWP, atau menyalah gunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang sejak tidak bayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kelai menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindakan pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terutang sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindakan pidana menyalah gunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang di mohonkan dan pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang di mohonkan dan pengkreditan yang dilakukan
















BAB III
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A.    Pengertian Pajak
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak Negara yang dikenakan terhdapa bumi dan bangunan dan atau bangunan berdasarkan undang – undang nomor 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangungan sebagaimana telah diubah dengan undang – undang nomor 12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan, dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek, yaitu bumi/tanah dan bangunan, keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

B.     Tarif dan Objek Pajak
1.      Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen)
2.      Yang menjadi objek adalah bumi dan atau bengunan yaitu pengelomppokan  bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta digunakan untuk memudahkan penghitungan pajak terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah harus diperhatikan faktor – faktor sebagai berikut:
·         Letak
·         Peruntukan
·         Pemanfaatan
·         Kondisi lingkungan dan lain – lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan harus di perhatikan faktor – faktor sebagai berikut:
·         Bahan yang digunakan
·         Rekayasa
·         Letak
·         Kondisi lingkungan dan lain – lain

C.    Objek Pajak yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak kena pajak pajak bumi dan bangunan, adalah objek pajak yang:
a.       Digunakan semata – mata untuk melayani kepentingang umum dan tidak mencari keuntungan, antara lain:
-          Dibidang ibadah, contoh: mesjid, gereja, vihara
-          Bidang kesehatan, contoh: rumah sakit
-          Bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren
-          Bidang social, contoh: panti asuhan
-          Bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi
b.      Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu
c.       Merupakan hutan, lindung
d.      Digunakan oleh perwakilan diplomatic
e.       Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan menteri keuangan

D.    Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Menurut pasal 4 ayat 1 UU No, 12 tahun 1985 tentang PBB, yang di maksud dengan subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, atau memperoleh manfaat atas bumi, memiliki, mengusai, memperoleh, menfaat bangunan.
Sedangkan wajib pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
Jadi yang dikatakan wajib pajak bumi dan bangunan adalah subjek pajak yang memenuhi syarat – syarat objektif, yaitu mempunyai objek PBB yang dikenakan pajak, subjek pajak PBB belum tentu wajib pajak PBB, karena orang atau badan yang mempunyai hak, memiliki, manfaat dari bumi dan bangunan yang nilai jual kena pajaknya dibawaha nilai jual objek pajak tidak kena pajak (Rp. 8.000.000) tidak dikenakan pajak.

E.     Hak dan Kewajiban Subjek Pajak Dan Wajib Pajak
Hal – hal yang menjadi wajib pajak adalah:
1.      Mengajukan keberatan atas ketetapan PBB Karen salah data, salah penetapan NJOP, perbedaan penafsiran ketentuan peraturan perundang – undangan khususnya PBB, dalam tempo 90 (Sembilan puluh) hari sejak diterimanya SPPT PBB
2.      Mengajukan keberatan atas penunjukan sebagai wajib pajak PBB
3.      Mengajukan pembetulan SPPT PBB karena salah nama, salah alamat atau salah hitung
4.      Mengajukan restitusi/kompensasi dalam hal terjadi kelebihan pembayaran PBB
5.      Mengajukan pengurangan atas ketetapan denda administrasi
Sedangkan kewajiban pajak adalah:
1.      Mendaftarkan objek pajak PBB yang kuasai/miliki oleh wajib pajak dengan mengisi SPOP
2.      Melaporkan setiap perubahan/mutasi objek pajak PBB yang dikuasai/dimiliki dengan SPOP
3.      Melunasi PBB sebelum jatuh tempo pembayaran, pada tempat pembayaran yang telah ditentukan.

F.     Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota setinggi – tingginya Rp. 12.000.000 (dua belas juta) dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak Rp. 12.000.000 (dua belas juta)
2.      Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya.
G.    Dasar Penghitungan PBB
Dasar perhitungan PBB adalah nilai jual kena pajak (NJKP) adalah sebagai berikut:
1.      Objek pajak perkebunan         = 40%
2.      Objek pajak kehutanan           = 40%
3.      Objek pajak pertambangan     = 20%
4.      Objek pajak (pedesaan dan perkotaan)
a.       Apabila NJOP –nya  > Rp. 1.000.000.000,          =40%
b.      Apabila NJOP –nya  > Rp. 1.000.000.000,          = 20%














BAB VI
DOKUMEN DAN MATERAI
A.    Pengertian Materai
Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang atau pihak – pihak yang berkepentingan.
Saat terutang bermaterai ditentukan dalam hal:
1.      Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan
2.      Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat
3.      Dokumen yang dibuat diluar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia
Pihak yang terutang bea materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Pelunasan bea materai atas dokumen dapat digunakan dengan cara lain, misalnya membubuhkan tanda –tera sebagai pengganti benda materai diatas dokumen dengan mesi teraan.

B.     Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Materai
Dokumen yang terutang/dikenakan bea materai yang tidak dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar Rp.200% dari bea materai yang tidak dilunasi pemegang dokumen atas dokumen yang tidak dibayar bea materainya harus melunasi bea materai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemateraian kemudian.

C.    Dokumen – Dokumen Yang Dikenakan Bea Materai
1.      Dikenakan bea materai dengan tarif  Rp. 3.000
a.       Surat yang memuat jumlah uang di bawah satu juta atau sama dengan satu juta
b.      Cek dan bilyet giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal
c.       Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000
d.      Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000
2.      Dikenakan bea materai dengantarif Rp.6.000
a.       Surat perjanjian dan surat – surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau perbuatan yang bersifat perdata.
b.      Akta –akta notaris termasuk salinannya
c.       Akta – akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) termasuk rangkap – rangkapnya.
d.      Surat berharga seperti wesel, promise dan aksep
e.       Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan yaitu:
1)      Surat – surat biasa dan surat – surat kerumah tangga
Surat yang memuat jumlah uang.
1.      Menyebutkan penerima uang
2.      Menyatakan pembukuan uang/penyimpanan uang dalam rekening bank
3.      Berita saldo pemeberitahuan di bank
4.      Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya/sebagiannya telah dilunasi/diperhitungkan, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000 (lebih dari satu juta rupiah)
f.       Efek dengan nama dan bentuk apapun yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000
g.      Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga Rp. 1.000.000

D.    Dokumen yang Tidak Terutang Bea Materai
1.      Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
a.       Menyebutkan penerimaan uang
b.      Menyatakan pembukuan uang/penyimpanan uang dalam rekening di bank
c.       Berisi saldo pemeberitahuan saldo rekening di bank
d.      Berisi bahwa hutang uang seluruhnya/sebagian telah di lunasi/diperhitungkan, yang mempunyai harga nominal semapai dengan Rp.25.000
2.      Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 25.000
E.     Dokumen yang Dikenakan Bea Materai
1.      Dokumen yang berupa:
a.       Surat penyimpanan barang
b.      Konosemen
c.       Surat angkutan penumpang dan barang
d.      Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dumaksud pada hurud a,b,c
2.      Segala bentuk ijazah
3.      Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, tunjangan dan pembayaran lainya yang ada kaitannya untuk mendapatkan pembayaran tersebut.
4.      Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank
5.      Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank
6.      Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
7.      Dokumen yang menyebabkan tabungan
8.      Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian
BAB V
PAJAK PENGHASILAN

A.    Pengertian Pajak PPH
Pajak penghasilan (PPH) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan perkenaan dengan penghasilan yang diterima/diperoleh selama satu tahun pajak.

B.     Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPH adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu keesatuan, menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha (BUT) subjek pajak terdiri dari:
1.      Subjek pajak dalam negeri, yaitu:
a.       Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan./yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
b.      Badan yang didirikan/berkedudukan di Indonesia, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, dsb organisasi tersebut termasuk reksadana.
2.      Subjek pajak luar negeri, yaitu:
a.       Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia/yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia atau yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia
Sedangkan yang tidak termasuk ke dalam subjek pajak adalah:
1.      Badan perwakilan Negara asing
2.      Pejabat perwakilan diplomatik/pejabat – pejabat lain dari Negara asing
3.      Organisasi – organisasi international yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, dengan syarat:
a.       Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
b.      Tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
C.    Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi/untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bnetuk apapun termasuk:
1.      Penggantian atau imbalan
2.      Hadiah dari undian
3.      Laba usaha
4.      Keuntungan
5.      Penerimaan kembali pembayaran pajak
6.      Bunga termasuk premium
7.      Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun
8.      Royalti
9.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta
10.  Perolehan pembayaran berkala

D.    Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPH pasal 21)
1.      Pengertian PPH pasal 21
Pajak penghassilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan brupa gai, upah honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.
2.      Pemotongan PPH pasal 21
a.       Pemberian kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan
b.      Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah
c.       Dana pensiun/badan lain seperti jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) Pt. Taspen dan PT.ASABRI
d.      Perusahaan dan bentuk usaha kerja
e.       Penyelenggara kegiatan
3.      Penerimaan penghasilan yang dipotong pph pasal 21
a.       Pegawai tetap
b.      Penerimaan upah
c.       Penerimaan honorarium
d.      Tenaga lepas (seniman, oelahragwan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dan kegiatan sejenisnya.
e.       Penerimaan pensiun. Mantan pegawai yang menerima jaminan hari tua
4.      Penerimaan penghasilan yang tidak di potong pph pasal 21
a.       Pejabat perwakilan diplomatik/pejabat lain dari Negara asing
b.      Pejabat perwakilan organisasi international yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan sepanjang bukan warga Negara Indonesia, dan tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan di Indonesia
5.      Penghasilan yang di potong pph pasal 21
a.       Penghasilan yang diterima oleh pegawai, pensiunan, secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah honorarium, (termasuk honorarium dewan komisaris/anggota dewan pengawas) tunjangan suami/istri pendidikan anak, beasiswa, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun
b.      Honorarium, uang saku, hadiah/penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi beasiswa dan pembayaran lainnya sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak.
1)      Tenaga ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris)
2)      Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film dan seniman lainnya.
3)      Olahragawan
4)      Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
5)      Pengarang, peneliti, dan penerjemah

E.     Pajak Penghasilan pasal 22 (pph pasal 22)
1.      Pengertian pph pasal 22
Pajak penghasilan (pph pasal 22) adalah pph yang di pungut oleh:
a.       Bendaharawan pemerintah pusat/daerah instansi/lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahaan uang.
2.      Pemotongan dan Objek pph pasal 22
a.       Bank devisa dan direktorat jendral bead an cukai (DJBC)
b.      Impor barang
c.       Direktorat jendral (DJA) bendaharawan pemerintah pust/daerah
d.      BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana dari APBN/APBD
e.       Bank Indonesia (BI), (BPPN), (BULOG), (PT. TELKOM), (PT. PLN), (PT. Garuda Indonesia), (PT. KS), (PERTAMINA), (PT. Indosat), dan bank – bank BUMN 
3.      Tarif pph pasal 22
a.       Atas Inpor
1)      Yang menggunakan angka pengenal inpor (API) sebesar 2,5% dari nilai inpor
2)      Yang tidak menggunakan API sebesar 7,5% dari nilai inpor
3)      Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang
b.      Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan keputusan dirjen pajak, yaitu
1)      Kertas              = 0,1 % *DPP PPn (Tidak Final)
2)      Semen             = 0,25%  *DPP PPn (Tidak Final)
3)      Baja                 = 0,3% *DPP PPn (Tidak Final)
4)      Rokok             = 0,15% *DPP PPn (Tidak Final)
5)      Otomotif         = 0,45% *DPP PPn (Tidak Final)

F.     Pajak Penghasilan Pasal (PPH pasal 23)
1.      Pengertian PPH pasal 23
PPH pasal 23 adalah pajak yang di potong atas penghasilan dari modal, penyerahan jasa/hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
a.       Pemotongan PPH pasal 23
·         Badan pemerintah
·         Wajib pajak badan dalam negeri
·         Penyelenggaraan kegiatan
·         Bentuk usaha tetap
·         Perwakilan perusahaan luar negeri
·         Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang di tunjuk oleh dirjen pajak
b.      Penerimaan penghasilan yang di potong PPh pasal 23
·         Wajib pajak dalam negeri
·         Bentuk usaha tetap
2.      Tarif dan objek pph pasal 23
Tarif  dan objek pph pasal 23 dipotong pajak penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto dan tidak termasuk  pajak pertambahan nilai, saat terutang, penyetoran SPT masa PPh pasal 23, yaitu:
·         PPH pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya/tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu
·         PPh pasal 23 disetor oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutang pajak:
3.      Bukti pemotongan PPh pasal 23
Pemotongan pajak harus memberikan bukti pemotongan pph pasal 23 kepada wajib pajak orang pribadi/badan yang telah di potong pph pasal 23

G.    Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh pasal 26)
1.      Pengertian PPh pasal 26
Pajak penghasilan (PPh) pasal 26 adalah pph yang di kenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima/diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia
Ada pun pemotongan PPh pasal 26 adalah:
·         Badan pemerintah
·         Subjek pajak dalam negeri
·         Penyelenggaraan kegiatan
·         Bentuk usaha tetap
·         Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di indonesia
2.      Tarif dan objek PPh pasal 26
Ø  20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima/diperoleh wajib pajak luar negeri:
1.      Deviden
2.      Bung, premium, diskonto, premi, dan imbalan sehubungan dengan pengembalian hutang.
3.      Imbalan sehubungan dengan pengembalian jasa, pekerjaan dan kegiatan
4.      Hadian dan penghargaan
5.      Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Ø  20% (final) dari perkiraan penghasilan netto
Ø  20% (final) dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia. Kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia
Ø  Tarif  berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan Negara pihak pada perjanjian
a.       Pemotongan PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan pph pasal 26 dengan rangkap 3, yang terdiri atas:
1.      Lembar pertama untuk wajib pajak luar negeri
2.      Lembar kedua untuk KTP
3.      Lembar ketiga untuk arsip pemotong
b.      PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank persepsi kantor pos dengan munggunakan surat setoran pajak/(SSP)




















BAB V
PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH DAN PENGHARGAAN

A.    Pengertian
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan dalam hadiah. Penghargaan perlombaan adalah hadiah yang  diberikan melalui suatu perlombaan/adu ketangkasan. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.

B.     Pemotongan dan Tarif Atas Hadiah Dan Penghargaan
Pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas hadiah atau penghargaan adalah:
1)      Penyelenggaraan hadiah
2)      Pemberian hadiah
1.      Dikenakan PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 27 undang –undang PPh, bila penerima wajib pajak orang pribadi dalam negeri
2.      Dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah penghasilan brutto. Bila penerima wajib pajak badan termasuk BUT

C.    Saat Terutang, Penyetoran Dan Pelaporan
1.      Saat terutang
PPh atas hadiah dan penghargaan terutang pada akhir bulan dilakukan nya pembayaran/diserahkannya hadiah tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu.PPh dipotonh oleh penyelenggara (hadiah dan penghargaan) sebelum hadiah/penghargaan diserahkan kepada yang berhak. Penyelenggaraah hadiah dengan rangkap tiga, yang terdiri dari:
1.      Lembar ke 1 untuk penerima hadiah
2.      Lembar ke 2 untuk kantor pelayanan pajak
3.      Lembar ke 3 penyelenggara pemotong
2.      Penyetoran dan pelaporan
Penyelenggara undiah/penghargaan wajib untuk menyetor PPh yang telah dipotong dengan menggunakan surat setoran pajak ke bank persepsi/kantor pos paling lambat 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya.

D.    Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan penghasilan kena pajak
Tarif pajak
Keterangan
Sampai dengan Rp. 50.000.000
5%

Di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000
15%

Di atas Rp. 250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000
25%

Lebih dari Rp. 500.000.000
30%

Tarif deviden
10%

Tidak memiliki NPWP (untuk PPh pasal 21)
20%
Lebih tinggi dari yang seharus nya
Tidak memiliki NPWP untuk yang dipungut/dipotong (untuk PPh pasal 23)
100%
Lebih tinggi dari yang seharunya



DAFTAR PUSTAKA

Undang – undang RI Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan ke empat atas
undang – undang Nomor 7 tahun 19983 terutang penghasilan.













DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PERPAJAKAN........................................................................................ 1
A.  Pengertian Pajak...................................................................................... 1  
B.  Fungsi Pajak............................................................................................ 3
C.  Syarat dan Teori – Teori Pungutan Pajak................................................ 4
D.  Kedudukan Hukum Dalam Pajak........................................................... 9
E.   Macam – macam Pajak............................................................................ 10
F.   Asas Pengendalian Pajak........................................................................ 12
BAB II WAJIB PAJAK....................................................................................... 14
A.  Pengertian Wajib Pajak........................................................................... 14
B.  Pendaftaran NPWP................................................................................. 14
C.  Pembayaran dan Pelaporan Pajak........................................................... 15
D.  Hak Wajib Pajak..................................................................................... 15
E.   Sanksi  .................................................................................................... 16
BAB III PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.................................................... 18
A.  Pengertian............................................................................................... 18
B.  Tarif dan Objek Pajak............................................................................. 18
C.  Objek Pajak Yang Tidak Kena Pajak PBB............................................. 19
D.  Subjek Pajak dan Wajib Pajak................................................................ 20
E.   Hak dan Kewajiban Subjek Pajak dan Wajib Pajak............................... 20
F.   Nilai Jual Objek Pajak TIdak Kena Pajak (NJOPTKP)……………...... 21
G.  Dasar Penghitungan PBB………………………................................... 22
BAB IV DOKUMEN DAN MATERAI............................................................. 23
A.  Pengertian Dokumen……………………………………....................... 23
B.  Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Materai………....................... 23
C.  Dokumen – dokumen yang Dikenakan Bea Materai ……..................... 24
D.  Dokumen yang Tidak Terutang Bea Materai………………….............. 25
E.   Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Materai…………....................... 26
BAB V PAJAK PENGHASILAN (PPH)........................................................... 27
A.  Pengertian PPH………………………………………………............... 27
B.  Subjek Pajak Penghasilan……………………………............................ 27
C.  Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh pasal 21)…………………................. 28
D.  Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh pasal 22)……..................................... 29
E.   Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh pasal 23)……………......................... 31
F.   Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh pasal 24)……………………............. 32
G.  Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) …………............................. 33
BAB VI PAJAK PENGHASILAN ATA HADIAH DAN PENGHARGAAN 36
A.  Pengertian …………………………………………….......................... 36
B.  Pemotongan dan Tarif atas Hadiah dan Penghargaan……………….... 36
C.  Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan………………...................... 36
D.  Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri………………...................... 37
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan resume pada mata kuliah “Perpajakan”
Penulis menyadari dalam penulisan resume ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan resume ini. Semoga segala bentuk bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Harapan penulis semoga resume ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.


Cikaliung, 19 Februari 2016

Penulis






RESUME
PERPAJAKAN
Diajukan untuk memenuhi  salah satu tugas ujian komprehensif Perpajakan





 









Disusun Oleh :
Tb. Carlos
B.04.13.0044

FAKULTAS
EKONOMI / AKUNTANSI
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR (UNMA)
BANTEN
2016

No comments:

Post a Comment

Kesehatan Gigi

KESEHATAN GIGI Gigi adalah sebuah anggota tubuh yang paling diperhatikan oleh setiap orang yang melihatnya. Selain paras   kita s...