BAB
I
PERPAJAKAN
A.
Pengertian
Pajak
Sesuai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu
sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor pajak.Definisi pajak
dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997:5) adalah sebagai berikut: “Pajak
adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengabdiaan peran aktif warga negara dan
anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa
pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara”.
Dari
definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban
kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan
pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam
Undang – Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Undang
– Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada setiap wajib pajak untuk
melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari menghitung, membayar, dan
melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor pelayanan pajak. Pajak yang
dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam membiayai
keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni pembangunan nasional, dimana
pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Kepercayaan
yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan system perpajakan yang dianut oleh
pemerintah yakni sistem self-assessment yang berarti wajib pajak melakukan
sendiri kewajiban perpajakannya.Dengan adanya sistem self-assessment tersebut,
pemerintah mengharapkan kejujuran dan kesadaran dari setiap wajib pajak untuk
melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang – Undang perpajakan yang
berlaku.
Sesuai
dengan Undang – Undang perpajakan yang berlaku pada saat ini menyatakan bahwa
setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang telah menetap di
Indonesia selama 183 hari secara berturut – turut dan memperolah penghasilan
dari kegiatan usahanya wajib untuk melakukan kegiatan perpajakannya sesuai
dengan Undang - Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya
system self-assessment yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perpajakan,
berarti kewajiban perpajakan setiap wajib pajak, dihitung, diperhitungkan,
dibayar, dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak ke pemerintah dalam hal ini
kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak terdaftar atau berdomisili.
Dalam
bukunya, Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak sebagai
berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang -
Undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”.
Dari dua difinisi tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan adanya beberapa cirri – ciri dari pajak, yaitu:
1.
Pajak dipungut berdasarkan undang
– undang atau peraturan pelaksanaanya.
2.
Pemungutan dapat dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3. Hasil
pemungutan dapat di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah
maupun untuk pembangunan.
B.
Fungsi
Pajak
Sebenarnya,
dari definisi pajak di atas sudah tergambarkan fungsi dari pajak yaitu untuk
menyediakan barang - barang dan jasa - jasa publik.Namun demikian, dalam literature
– literature perpajakan, dikenal dua macam fungsi pajak yaitu fungsi penerimaan
(budgetair) dan fungsi mengatur (regulair).
1. Fungsi penerimaan adalah fungsi
utama pajak. Pajak ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran
pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar
70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan
terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair)
ketimbang fungsi mengatur.
2. Selain berfungsi sebagai sumber
penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi mengatur. Dalam fungsi ini, pajak
mengarahkan perilaku sekelompok warga negara agar bertindak sesuai yang diinginkan.
Contoh, agar masyarakat Indonesia mendapatkan minyak goreng yang murah, maka
terhadap ekspor CPO akan dikenakan pajak ekspor yang tinggi. Contoh lain, agar
masyarakat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, maka terhadap jenis barang
seperti ini dikenakan PPn yang tinggi. Jenis pajak yang biasanya digunakan
sebagai instrumen mengatur ini adalah Pajak Ekspor, Bea Masuk dan PPn.
Kalau
ditelusuri lebih jauh, ada satu lagi fungsi pajak yang harus kita catat. Fungsi
tersebut adalah fungsi distribusi kekayaan di mana kelompok yang lebih mampu
akan membayar pajak lebih banyak sementara kelompok yang kurang mampu akan
mendapatkan manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pajak yang dia bayar.
Bahkan untuk kelompok tertentu, seperti penerima BLT, penerima subsidi BBM, dan
penerima subsidi pupuk, mungkin dia tidak membayar pajak tapi dia mendapatkan
manfaat langsung dari pajak.Dan memang karena alasan itulah adanya pajak.
C.
Syarat
dan Teori – Teori Pungutan Pajak
1.
Syarat pemungutan pajak
Tidaklah
mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak
akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
-.
Pemungutan pajak harus adil
Seperti
halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam
hal pemungutan pajak.Adil dalam perundang - undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban
para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga
negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak
diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
-
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai
dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat
untuk keperluan negara diatur dengan Undang - Undang", ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh
negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum
3. Jaminan hukum akan terjaganya
kerasahiaan bagi para wajib pajak
4. Pungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian
Pemungutan
pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi
perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.Pemungutan pajak
jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha
masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
-
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya - biaya
yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan.Jangan
sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak
tersebut.Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah
untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan
dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
-
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana
pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem
yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang
harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
1.
Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tarif
2.
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu
tarif, yaitu 10%
3.
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi
badan maupun perseorangan (pribadi)
2.
Teori pemungutan pajak
Mengapa rakyat suatu negara dibebani oleh pungutan wajib yang
bernama pajak?Apa dasar teori yang membolehkan negara untuk memaksa rakyatnya
untuk wajib menyisihkan sebagian uangnya untuk negara? Apakah adil dan
memberikan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat suatu negara?Pertanyaan yang
sering timbul memunculkan teori - teori dasar hak negara memungut pajak dari
rakyat.
1.
Teori Asuransi
Pada teori ini mempersamakan negara dengan perusahaan asuransi di
mana rakyat membayar sejumlah premi tertentu untuk mendapatkan sesuatu yang
mereka harapkan pada saat - saat tertentu.Teori ini sudah tidak sesuai karena
pajak tidak bisa disamakan dengan premi asuransi karena negara tidak menanggung
kerugian rakyat secara langsung dan tidak ada hubungan langsung (kontra
prestasi).
2.
Teori Kepentingan
Berdasarkan teori kepentingan pemungutan pajak didasari atas
kepentingan masing - masing pembayar pajak kepada negaranya.Orang-orang yang
memiliki kepentingan lebih harus membayar pajak lebih besar dari yang tidak
memiliki kepentingan atau tuntutan dari negaranya.Teori yang sudah tidak
diterima ini tidak tepat karena pada kenyataannya tidak demikian karena efek
pembayaran pajak tidak dapat langsung dirasakan oleh wajib pajak.
3.
Teori Gaya Pikul
Masyarakat menanggap dibutuhkan suatu layanan perlindungan
masyarakat dari negara yang biayanya dipikul bersama - sama dalam bentuk pajak.
Pada dasarnya setiap warga negara seharusnya membayar jumlah pajak yang sama,
namun pada kenyataannya ditentukan oleh faktor kekayaaan dan kebutuhan materiil
seseorang berdasarkan jumlah tanggungan hidup.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
Teori ini menganggap bahwa kepentingan negara lebih penting
dibandingkan dengan kepentingan warganya sehingga menimbulkan hak mutlak
pemungutan pajak oleh negara kepada rakyat negaranya. Rakyat memberi baktinya
kepada negara dan negara akan memberi rakyatnya perlindungan, pelayanan, dan
sebagainya.
5. Teori Azas Gaya Beli
Menurut teori asas gaya beli, pajak dipungut dari rakyat akan
menimbulkan dampak yang baik kepada kedua belah pihak. Negara menyedot uang rakyat
dari pajak dan negara juga menyalurkan kembali uang pajak kepada masyarakat
secara tidak langsung.Alasan kesejahteraan rakyat dijadikan dasar pemungutan
pajak. (Santoso Brotodiharjo, 1993 ; 29-36)
D.
Kedudukan
Hukum Dalam Pajak
Menurut Prof. Dr. Rachmat
Seomitro, SH., hokum pajak memiliki hukum – hukum pajak dianataranya:
1. Hukum
perdata, mengataur hubungan antara individu dengan individu lainnya.
2. Hukum
public, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat
dirinci sebagai berikut:
-
Hukum tata Negara
-
Hukum tata usaha (
hukum administrative )
-
Hukum pajak
-
Hukum pidana
3. Hukum
pajak materil, memuat norma – norma yang menerangkan antara lain keadaan,
perbuatan,peristiwa hukum, yang di kenai pajak ( Objek Pajak ) siapa yang
dikenakan pajak ( Subjek ) berapa besar yang dikenakan pajak ( Tarif )
Contoh: undang – undang pajak
penghasilan
4. Hukum
pajak formil, memuat bentuk / tata cara
untuk mewujudkana hukum materil menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum
pajak materil ) hukum ini memuat antara lain:
-
Tata cara
penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan uang
-
Hak – hak fokus untuk
mengadakan pengawasan kepada para wajib mengenai keadaan, perbuatan yang
menimbulkan utang pajak
-
Kewajiban wajib pajak
misalanya menyelenggarakan pembukuan /
pencatatan dan hak – hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan
perbandingan.
E.
Macam
– MacamPajak
Macam – macam pajak dibagi menjadi tiga
macam yaitu:
1. Menurut
golongan
a. Pajak
langsung, yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
di bebaskan atau di limpahkan kepada orang lain.
b. Pajak
tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan kepada orang
lain
2. Menurut
sifatnya
a. Pajak
subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjek dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak
b. Pajak
objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperlihatkan
keadaan diri wajib pajak
3. Menurut
lembaga pemungutan
a. Pajak
pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan di gunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara
b. Pajak
daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah, pajak daerah terdiri atas:
Jenis – Jenis PajakSesuai UU 28/2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis - jenis Pajak Daerah:
-
Pajak Provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan dan
e. Pajak Rokok.
- Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri
atas:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i.
Pajak Sarang Burung Walet
j.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
F.
Asas
Pengenaan Pajak
Di Indonesia, segala hal tentang
pengaturan pajak telah terpampang secara jelas di Undang Undang Dasar 1945
Pasal 23 ayat 2 yang berbunyi “Segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan
berdasarkan Undang Undang”. Selain itu, talah ditetapkan pula dasar - dasar
yang menjadi landasan negara untuk dapat mengenakan pajak kepada masyarakat.
Asas yang paling sering digunakan negara sebagai dasar pengenaan pajak antara
lain :
1. Asas Domisili ( Domicile/
Residence Principle )
Asas domisili atau yang disebut juga dengan
asas kependudukan. Dalam asas ini berarti pajak akan dikenakan sebuah negara
atas penerimaan penghasilan yang diperoleh orang pribadi atau sebuah badan
kepada orang yang merupakan penduduk atau berdomisili di negara tersebut
meskipun penghasilan yang diperoleh berasal dari negara lain. Negara yang
menganut asas ini biasanya akan menggabungkan asas domisili dengan konsep
pengenaan pajak baik yang diperoleh di negara domisili maupun yang diperoleh di
luar negeri ( world wide income concept ).
2. Asas Sumber
Dalam asas ini negara mengenakan pajak
pada orang pribadi atau badan atas penerimaan penghasilan berdasarkan
sumbernya, yaitu apabila orang pribadi atau badan tersebut memperoleh sumber
penghasilan dari negara bersangkutan. Jadi dalam asas ini sama sekali tidak
melakukan diskrimasi mengenai siapa dan dari mana wajib pajak berasal.
Contohnya adalah tenaga kerja asing akan dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia jika penghasilannya berasal dari Indonesia.
3. Asas Kebangsaan/
Nasionalitas/ Kewarganegaraan ( Nationality/ Citizenship )
Persis seperti judul asasnya, maka yang
menjadi landasan untuk pengenaan pajak ini adalah status kewarganegaraan
seseorang. Sama halnya seperti asas domisili, maka asas ini juga menggabungkan
diri dengan konsep pengenaan pajak world wide income concept
BAB
II
WAJIB
PAJAK
A.
Pengertian
Wajib Pajak
Wajib
Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurutketentuan perundang –
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk
pemungut pejak atau pemotongan pajak tertentu
Sesuai
dengan system Setlf Assesment, maka wajib pajak mempunyai kewajiban untuk
mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak (KPP) atau kantor penyuluhan dan
pengamatan potensi perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal
atau kedudukan wajib pajak untuk diberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Disamping melalui KPP atau KP4 pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui
e_registrasi, yaitu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line
(internet).
Adapun fungsi dari NPWP
itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
2. Untuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan
B.
Pendaftaran
NPWP
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan
subyektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang – undangan perpajakan
berdasarkan system self assessment, wajib pajak wajib pajak untuk dicatat
sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi
setiap wajib pajak dalam melakukan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan
Adapun syarat dalam pendaftaran NPWP
adalah:
1. Bagi
wajib pajak orang pribadi
·
Foto copy KTP yang berlaku
·
Mengisi formulir yang
telah disediakan di KPP
2. Bagi
wajib pajak badan
·
Foto copy akta
pendirian perusahaan
·
Foto copy KTP pengurus
·
Surat keterangan usaha
dari desa setempat
C.
Pembayaran
dan Pelaporan Pajak
Setelah
melakukan pembayaran dan mendapatkan NPWP, wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar
Pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutang dalam bentuk surat
pemberitahuan (SPT)
D.
Hak
wajib pajak
Wajib
pajak selain mempunyai kewajiban, juga mepunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan
atas seluruh informasi yang telah disampaikan kepada direktorat jendral pajak
dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran
pajak terutang, wajib pajak berhak memperoleh:
1. Pengangsuran
pembayaran
2. Pengurangan
PPh pasal 25
3. Pengurangan
PBB
4. Pembebasan
pajak
5. Pajak
ditanggung pemerintah
6. Insentif
perpajakan
7. Mempermudah
laporan SPT tahunan
8. Pengembalian
kelebihan retuisi pembayaran pajak
E.
Sangsi
Setiap
orang dengan sengaja tidak mendaptarkan diri untuk di berikan NPWP, atau menyalah
gunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang sejak
tidak bayar.
Pidana
tersebut ditambahkan 1 (satu) kelai menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi tindakan pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1
(satu) tahun, terutang sejak selesainya menjalani pidana penjara yang
dijatuhkan.
Setiap
orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindakan pidana menyalah gunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonan restitusi
atau melakukan pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah restitusi yang di mohonkan dan pengkreditan yang dilakukan
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang di mohonkan dan
pengkreditan yang dilakukan
BAB
III
PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
A.
Pengertian
Pajak
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak Negara yang dikenakan terhdapa bumi dan
bangunan dan atau bangunan berdasarkan undang – undang nomor 12 tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangungan sebagaimana telah diubah dengan undang –
undang nomor 12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan, dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek, yaitu bumi/tanah
dan bangunan, keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak.
B.
Tarif
dan Objek Pajak
1. Tarif
pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh
persen)
2. Yang
menjadi objek adalah bumi dan atau bengunan yaitu pengelomppokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan
digunakan sebagai pedoman, serta digunakan untuk memudahkan penghitungan pajak
terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah harus
diperhatikan faktor – faktor sebagai berikut:
·
Letak
·
Peruntukan
·
Pemanfaatan
·
Kondisi lingkungan dan
lain – lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan harus di
perhatikan faktor – faktor sebagai berikut:
·
Bahan yang digunakan
·
Rekayasa
·
Letak
·
Kondisi lingkungan dan
lain – lain
C.
Objek
Pajak yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak
kena pajak pajak bumi dan bangunan, adalah objek pajak yang:
a. Digunakan
semata – mata untuk melayani kepentingang umum dan tidak mencari keuntungan,
antara lain:
-
Dibidang ibadah,
contoh: mesjid, gereja, vihara
-
Bidang kesehatan,
contoh: rumah sakit
-
Bidang pendidikan, contoh:
madrasah, pesantren
-
Bidang social, contoh:
panti asuhan
-
Bidang kebudayaan
nasional, contoh: museum, candi
b. Digunakan
untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu
c. Merupakan
hutan, lindung
d. Digunakan
oleh perwakilan diplomatic
e. Digunakan
oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan menteri
keuangan
D.
Subjek
Pajak dan Wajib Pajak
Menurut
pasal 4 ayat 1 UU No, 12 tahun 1985 tentang PBB, yang di maksud dengan subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, atau memperoleh manfaat
atas bumi, memiliki, mengusai, memperoleh, menfaat bangunan.
Sedangkan
wajib pajak adalah subjek pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak.
Jadi
yang dikatakan wajib pajak bumi dan bangunan adalah subjek pajak yang memenuhi
syarat – syarat objektif, yaitu mempunyai objek PBB yang dikenakan pajak,
subjek pajak PBB belum tentu wajib pajak PBB, karena orang atau badan yang
mempunyai hak, memiliki, manfaat dari bumi dan bangunan yang nilai jual kena
pajaknya dibawaha nilai jual objek pajak tidak kena pajak (Rp. 8.000.000) tidak
dikenakan pajak.
E.
Hak
dan Kewajiban Subjek Pajak Dan Wajib Pajak
Hal – hal yang menjadi wajib pajak
adalah:
1. Mengajukan
keberatan atas ketetapan PBB Karen salah data, salah penetapan NJOP, perbedaan
penafsiran ketentuan peraturan perundang – undangan khususnya PBB, dalam tempo
90 (Sembilan puluh) hari sejak diterimanya SPPT PBB
2. Mengajukan
keberatan atas penunjukan sebagai wajib pajak PBB
3. Mengajukan
pembetulan SPPT PBB karena salah nama, salah alamat atau salah hitung
4. Mengajukan
restitusi/kompensasi dalam hal terjadi kelebihan pembayaran PBB
5. Mengajukan
pengurangan atas ketetapan denda administrasi
Sedangkan kewajiban pajak adalah:
1. Mendaftarkan
objek pajak PBB yang kuasai/miliki oleh wajib pajak dengan mengisi SPOP
2. Melaporkan
setiap perubahan/mutasi objek pajak PBB yang dikuasai/dimiliki dengan SPOP
3. Melunasi
PBB sebelum jatuh tempo pembayaran, pada tempat pembayaran yang telah
ditentukan.
F.
Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP
adalah batas NJOP atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya
NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota setinggi – tingginya Rp. 12.000.000
(dua belas juta) dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap
wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak Rp. 12.000.000 (dua belas
juta)
2. Apabila
wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan objek pajak lainnya.
G.
Dasar
Penghitungan PBB
Dasar
perhitungan PBB adalah nilai jual kena pajak (NJKP) adalah sebagai berikut:
1. Objek
pajak perkebunan = 40%
2. Objek
pajak kehutanan = 40%
3. Objek
pajak pertambangan = 20%
4. Objek
pajak (pedesaan dan perkotaan)
a. Apabila
NJOP –nya > Rp. 1.000.000.000, =40%
b. Apabila
NJOP –nya > Rp. 1.000.000.000, = 20%
BAB
VI
DOKUMEN
DAN MATERAI
A.
Pengertian
Materai
Dokumen
adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang atau pihak – pihak yang
berkepentingan.
Saat terutang bermaterai ditentukan
dalam hal:
1. Dokumen
yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan
2. Dokumen
yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat selesainya dokumen itu
dibuat
3. Dokumen
yang dibuat diluar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia
Pihak
yang terutang bea materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Pelunasan
bea materai atas dokumen dapat digunakan dengan cara lain, misalnya membubuhkan
tanda –tera sebagai pengganti benda materai diatas dokumen dengan mesi teraan.
B.
Sanksi
Tidak atau Kurang Melunasi Bea Materai
Dokumen yang terutang/dikenakan bea
materai yang tidak dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar Rp.200% dari
bea materai yang tidak dilunasi pemegang dokumen atas dokumen yang tidak
dibayar bea materainya harus melunasi bea materai yang terutang berikut
dendanya dengan cara pemateraian kemudian.
C.
Dokumen
– Dokumen Yang Dikenakan Bea Materai
1. Dikenakan
bea materai dengan tarif Rp. 3.000
a. Surat
yang memuat jumlah uang di bawah satu juta atau sama dengan satu juta
b. Cek
dan bilyet giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal
c. Efek
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan
Rp. 1.000.000
d. Sekumpulan
efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif
yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000
2. Dikenakan
bea materai dengantarif Rp.6.000
a. Surat
perjanjian dan surat – surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau perbuatan yang
bersifat perdata.
b. Akta
–akta notaris termasuk salinannya
c. Akta
– akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) termasuk rangkap –
rangkapnya.
d. Surat
berharga seperti wesel, promise dan aksep
e. Dokumen
yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan yaitu:
1) Surat
– surat biasa dan surat – surat kerumah tangga
Surat yang memuat jumlah uang.
1. Menyebutkan
penerima uang
2. Menyatakan
pembukuan uang/penyimpanan uang dalam rekening bank
3. Berita
saldo pemeberitahuan di bank
4. Berisi
pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya/sebagiannya telah dilunasi/diperhitungkan,
yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000 (lebih dari satu juta
rupiah)
f. Efek
dengan nama dan bentuk apapun yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.
1.000.000
g. Sekumpulan
efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif
yang mempunyai jumlah harga Rp. 1.000.000
D.
Dokumen
yang Tidak Terutang Bea Materai
1. Surat
yang memuat jumlah uang, yaitu:
a. Menyebutkan
penerimaan uang
b. Menyatakan
pembukuan uang/penyimpanan uang dalam rekening di bank
c. Berisi
saldo pemeberitahuan saldo rekening di bank
d. Berisi
bahwa hutang uang seluruhnya/sebagian telah di lunasi/diperhitungkan, yang
mempunyai harga nominal semapai dengan Rp.25.000
2. Surat
berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang mempunyai harga nominal sampai dengan
Rp. 25.000
E.
Dokumen
yang Dikenakan Bea Materai
1. Dokumen
yang berupa:
a. Surat
penyimpanan barang
b. Konosemen
c. Surat
angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan
pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dumaksud pada hurud
a,b,c
2. Segala
bentuk ijazah
3. Tanda
terima gaji, uang tunggu, pensiun, tunjangan dan pembayaran lainya yang ada
kaitannya untuk mendapatkan pembayaran tersebut.
4. Tanda
bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank
5. Kuitansi
untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank
6. Tanda
penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
7. Dokumen
yang menyebabkan tabungan
8. Surat
gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian
BAB
V
PAJAK
PENGHASILAN
A.
Pengertian
Pajak PPH
Pajak
penghasilan (PPH) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan perkenaan dengan
penghasilan yang diterima/diperoleh selama satu tahun pajak.
B.
Subjek
Pajak Penghasilan
Subjek
PPH adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu keesatuan,
menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha (BUT) subjek pajak terdiri
dari:
1. Subjek
pajak dalam negeri, yaitu:
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan./yang dalam satu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
b. Badan
yang didirikan/berkedudukan di Indonesia, meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, dsb organisasi tersebut termasuk reksadana.
2. Subjek
pajak luar negeri, yaitu:
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia/yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan
dan tidak berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia atau yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia
Sedangkan yang tidak termasuk ke dalam
subjek pajak adalah:
1. Badan
perwakilan Negara asing
2. Pejabat
perwakilan diplomatik/pejabat – pejabat lain dari Negara asing
3. Organisasi
– organisasi international yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan,
dengan syarat:
a. Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut
b. Tidak
menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
C.
Objek
Pajak Penghasilan
Objek
pajak penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat di
pakai untuk konsumsi/untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bnetuk apapun termasuk:
1. Penggantian
atau imbalan
2. Hadiah
dari undian
3. Laba
usaha
4. Keuntungan
5. Penerimaan
kembali pembayaran pajak
6. Bunga
termasuk premium
7. Deviden
dengan nama dan dalam bentuk apapun
8. Royalti
9. Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan harta
10. Perolehan
pembayaran berkala
D.
Pajak
Penghasilan Pasal 21 (PPH pasal 21)
1. Pengertian
PPH pasal 21
Pajak
penghassilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan brupa gai, upah honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan
kegiatan.
2. Pemotongan
PPH pasal 21
a. Pemberian
kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan
b. Bendaharawan
pemerintah baik pusat maupun daerah
c. Dana
pensiun/badan lain seperti jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) Pt. Taspen
dan PT.ASABRI
d. Perusahaan
dan bentuk usaha kerja
e. Penyelenggara
kegiatan
3. Penerimaan
penghasilan yang dipotong pph pasal 21
a. Pegawai
tetap
b. Penerimaan
upah
c. Penerimaan
honorarium
d. Tenaga
lepas (seniman, oelahragwan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dan
kegiatan sejenisnya.
e. Penerimaan
pensiun. Mantan pegawai yang menerima jaminan hari tua
4. Penerimaan
penghasilan yang tidak di potong pph pasal 21
a. Pejabat
perwakilan diplomatik/pejabat lain dari Negara asing
b. Pejabat
perwakilan organisasi international yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan
sepanjang bukan warga Negara Indonesia, dan tidak menjalankan usaha untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia
5. Penghasilan
yang di potong pph pasal 21
a. Penghasilan
yang diterima oleh pegawai, pensiunan, secara teratur berupa gaji, uang pensiun
bulanan, upah honorarium, (termasuk honorarium dewan komisaris/anggota dewan
pengawas) tunjangan suami/istri pendidikan anak, beasiswa, dan penghasilan
teratur lainnya dengan nama apapun
b. Honorarium,
uang saku, hadiah/penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi
beasiswa dan pembayaran lainnya sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak.
1) Tenaga
ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
aktuaris)
2) Pemain
music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film dan seniman lainnya.
3) Olahragawan
4) Penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
5) Pengarang,
peneliti, dan penerjemah
E.
Pajak
Penghasilan pasal 22 (pph pasal 22)
1.
Pengertian
pph pasal 22
Pajak penghasilan
(pph pasal 22) adalah pph yang di pungut oleh:
a. Bendaharawan
pemerintah pusat/daerah instansi/lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga
Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahaan uang.
2.
Pemotongan
dan Objek pph pasal 22
a. Bank
devisa dan direktorat jendral bead an cukai (DJBC)
b. Impor
barang
c. Direktorat
jendral (DJA) bendaharawan pemerintah pust/daerah
d. BUMN/BUMD
yang melakukan pembelian barang dengan dana dari APBN/APBD
e. Bank
Indonesia (BI), (BPPN), (BULOG), (PT. TELKOM), (PT. PLN), (PT. Garuda
Indonesia), (PT. KS), (PERTAMINA), (PT. Indosat), dan bank – bank BUMN
3.
Tarif
pph pasal 22
a. Atas
Inpor
1) Yang
menggunakan angka pengenal inpor (API) sebesar 2,5% dari nilai inpor
2) Yang
tidak menggunakan API sebesar 7,5% dari nilai inpor
3) Yang
tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang
b. Atas
penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan keputusan dirjen pajak, yaitu
1) Kertas
= 0,1 % *DPP PPn (Tidak
Final)
2) Semen = 0,25% *DPP PPn (Tidak Final)
3) Baja = 0,3% *DPP PPn (Tidak Final)
4) Rokok = 0,15% *DPP PPn (Tidak Final)
5) Otomotif = 0,45% *DPP PPn (Tidak Final)
F.
Pajak
Penghasilan Pasal (PPH pasal 23)
1. Pengertian
PPH pasal 23
PPH pasal 23
adalah pajak yang di potong atas penghasilan dari modal, penyerahan jasa/hadiah
dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
a. Pemotongan
PPH pasal 23
·
Badan pemerintah
·
Wajib pajak badan dalam
negeri
·
Penyelenggaraan
kegiatan
·
Bentuk usaha tetap
·
Perwakilan perusahaan
luar negeri
·
Wajib pajak orang
pribadi dalam negeri tertentu yang di tunjuk oleh dirjen pajak
b. Penerimaan
penghasilan yang di potong PPh pasal 23
·
Wajib pajak dalam
negeri
·
Bentuk usaha tetap
2. Tarif
dan objek pph pasal 23
Tarif dan objek pph pasal 23 dipotong pajak
penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto dan tidak termasuk pajak pertambahan nilai, saat terutang,
penyetoran SPT masa PPh pasal 23, yaitu:
·
PPH pasal 23 terutang
pada akhir bulan dilakukannya/tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu
·
PPh pasal 23 disetor
oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah
bulan saat terutang pajak:
3. Bukti
pemotongan PPh pasal 23
Pemotongan pajak harus
memberikan bukti pemotongan pph pasal 23 kepada wajib pajak orang pribadi/badan
yang telah di potong pph pasal 23
G.
Pajak
Penghasilan Pasal 26 (PPh pasal 26)
1. Pengertian
PPh pasal 26
Pajak
penghasilan (PPh) pasal 26 adalah pph yang di kenakan/dipotong atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima/diperoleh wajib pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia
Ada pun
pemotongan PPh pasal 26 adalah:
·
Badan pemerintah
·
Subjek pajak dalam
negeri
·
Penyelenggaraan
kegiatan
·
Bentuk usaha tetap
·
Perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya selain BUT di indonesia
2. Tarif
dan objek PPh pasal 26
Ø 20%
(final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima/diperoleh wajib pajak luar
negeri:
1. Deviden
2. Bung,
premium, diskonto, premi, dan imbalan sehubungan dengan pengembalian hutang.
3. Imbalan
sehubungan dengan pengembalian jasa, pekerjaan dan kegiatan
4. Hadian
dan penghargaan
5. Pensiun
dan pembayaran berkala lainnya
Ø 20%
(final) dari perkiraan penghasilan netto
Ø 20%
(final) dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia. Kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia
Ø Tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak
berganda (P3B) antara Indonesia dengan Negara pihak pada perjanjian
a. Pemotongan
PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan pph pasal 26 dengan rangkap 3, yang
terdiri atas:
1. Lembar
pertama untuk wajib pajak luar negeri
2. Lembar
kedua untuk KTP
3. Lembar
ketiga untuk arsip pemotong
b. PPh
pasal 26 wajib disetorkan ke bank persepsi kantor pos dengan munggunakan surat
setoran pajak/(SSP)
BAB
V
PAJAK
PENGHASILAN ATAS HADIAH DAN PENGHARGAAN
A.
Pengertian
Hadiah
undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan dalam
hadiah. Penghargaan perlombaan adalah hadiah yang diberikan melalui suatu perlombaan/adu
ketangkasan. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan
prestasi dalam kegiatan tertentu.
B.
Pemotongan
dan Tarif Atas Hadiah Dan Penghargaan
Pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas
hadiah atau penghargaan adalah:
1) Penyelenggaraan
hadiah
2) Pemberian
hadiah
1. Dikenakan
PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 27 undang –undang PPh, bila penerima wajib
pajak orang pribadi dalam negeri
2. Dikenakan
PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah penghasilan brutto. Bila penerima wajib pajak badan termasuk BUT
C.
Saat
Terutang, Penyetoran Dan Pelaporan
1. Saat
terutang
PPh atas hadiah
dan penghargaan terutang pada akhir bulan dilakukan nya pembayaran/diserahkannya
hadiah tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu.PPh dipotonh oleh
penyelenggara (hadiah dan penghargaan) sebelum hadiah/penghargaan diserahkan
kepada yang berhak. Penyelenggaraah hadiah dengan rangkap tiga, yang terdiri
dari:
1. Lembar
ke 1 untuk penerima hadiah
2. Lembar
ke 2 untuk kantor pelayanan
pajak
3. Lembar
ke 3 penyelenggara pemotong
2. Penyetoran
dan pelaporan
Penyelenggara undiah/penghargaan wajib untuk
menyetor PPh yang telah dipotong dengan menggunakan surat setoran pajak ke bank
persepsi/kantor pos paling lambat 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya.
D.
Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan penghasilan
kena pajak
|
Tarif pajak
|
Keterangan
|
Sampai dengan Rp.
50.000.000
|
5%
|
|
Di atas Rp.
50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000
|
15%
|
|
Di atas Rp.
250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000
|
25%
|
|
Lebih dari Rp.
500.000.000
|
30%
|
|
Tarif deviden
|
10%
|
|
Tidak memiliki NPWP
(untuk PPh pasal 21)
|
20%
|
Lebih
tinggi dari yang seharus nya
|
Tidak memiliki NPWP
untuk yang dipungut/dipotong (untuk PPh pasal 23)
|
100%
|
Lebih
tinggi dari yang seharunya
|
DAFTAR
PUSTAKA
Undang – undang RI Nomor 36 tahun
2008 tentang perubahan ke empat atas
undang – undang
Nomor 7 tahun 19983 terutang penghasilan.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I
PERPAJAKAN........................................................................................ 1
A. Pengertian Pajak...................................................................................... 1
B. Fungsi Pajak............................................................................................ 3
C. Syarat dan Teori – Teori Pungutan Pajak................................................ 4
D. Kedudukan Hukum Dalam Pajak........................................................... 9
E. Macam – macam Pajak............................................................................ 10
F. Asas Pengendalian Pajak........................................................................ 12
BAB II
WAJIB PAJAK....................................................................................... 14
A. Pengertian Wajib Pajak........................................................................... 14
B. Pendaftaran NPWP................................................................................. 14
C. Pembayaran dan Pelaporan Pajak........................................................... 15
D. Hak Wajib Pajak..................................................................................... 15
E. Sanksi .................................................................................................... 16
BAB III
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.................................................... 18
A. Pengertian............................................................................................... 18
B. Tarif dan Objek Pajak............................................................................. 18
C. Objek Pajak Yang Tidak Kena Pajak PBB............................................. 19
D. Subjek Pajak dan Wajib Pajak................................................................ 20
E. Hak dan Kewajiban Subjek Pajak dan Wajib Pajak............................... 20
F. Nilai Jual Objek Pajak TIdak Kena Pajak (NJOPTKP)……………...... 21
G. Dasar Penghitungan PBB………………………................................... 22
BAB IV
DOKUMEN DAN MATERAI............................................................. 23
A. Pengertian Dokumen……………………………………....................... 23
B. Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Materai………....................... 23
C. Dokumen – dokumen yang Dikenakan Bea Materai ……..................... 24
D. Dokumen yang Tidak Terutang Bea Materai………………….............. 25
E. Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Materai…………....................... 26
BAB V PAJAK
PENGHASILAN (PPH)........................................................... 27
A. Pengertian PPH………………………………………………............... 27
B. Subjek Pajak Penghasilan……………………………............................ 27
C. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh pasal 21)…………………................. 28
D. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh pasal 22)……..................................... 29
E. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh pasal 23)……………......................... 31
F. Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh pasal 24)……………………............. 32
G. Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) …………............................. 33
BAB VI
PAJAK PENGHASILAN ATA HADIAH DAN PENGHARGAAN 36
A. Pengertian …………………………………………….......................... 36
B. Pemotongan dan Tarif atas Hadiah dan Penghargaan……………….... 36
C. Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan………………...................... 36
D. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri………………...................... 37
DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan resume pada mata kuliah “Perpajakan”
Penulis
menyadari dalam penulisan resume ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran
dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di
masa yang akan datang.
Penulis
berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungannya dalam menyelesaikan resume ini. Semoga segala bentuk bantuan yang
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Harapan penulis semoga resume ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.
Cikaliung, 19 Februari 2016
Penulis
RESUME
PERPAJAKAN
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas ujian
komprehensif Perpajakan
Disusun
Oleh :
Tb. Carlos
B.04.13.0044
FAKULTAS
EKONOMI
/ AKUNTANSI
UNIVERSITAS
MATHLA’UL ANWAR (UNMA)
BANTEN
2016
No comments:
Post a Comment